Jumat, 26 Januari 2018

SEJARAH PASURUAN

Sejarah berdirinya kabupaten pasuruan bermula dari peradaban Kerajaan Kalingga atau dala catatan tiongkok disebut Holing, yang terletak di pantai utara Jawa Tengah. Saat itu kerajaan Kalingga dipimpin oleh seorang raja, yaitu Ratu Sima yang tahta menggantikan suaminya yang bernama Kartikayasima yang kemudian meninggal dunia. Berdasarkan catatan Tiongkok dari seorang biksu Tionghoa yang bernama I Shu.
Masa keemasan kerajaan Kalingga bersinar ketika dipimpin oleh Ratu Sima sekitar tahun 674-732 M dengan model kepemimpinan tegas, adil, aman, dan tenteram. Kemudian kerajaan Kalingga sempat mengalami kemunduran dimasa raja Kyien, yang memindahkan ibukota kerajaan Kalingga ke Jawa Timur yaitu di daerah Bolukiyasin atau yang jika diterjemahkan menjadi Pulokerto, salah satu daerah di kecamatan Keraton, kabupaten Pasuruan. Pemindahan kerajaan yang dilakukan oleh raja Kyien sebagai Karena adanya serangan dari kerajaan Sriwijaya kala itu.
Setelah masa kejayaan Kalingga atau Holing berakhir, muncullah kerajaan Mataram Kuno yang kemudian dalam istilah sejarah lainnya disebut Medang. Para sejarahwan menyebut ada 3 dinasti yang pernah berkuasa di kerajaan Medang, yakni :
1.      Wangsa Sanjaya : pada periode Jawa Tengah
2.      Wangsa Syailendra : pada periode Jawa Tengah
3.      Wangsa Isyana : pada periode Jawa Timur
Dalam catatan sejarah salah satu penguasa kerajaan Mataram Kuno dari Dinasti Sanjaya adalah Mpu Sendok. Mpu Sendok kemudian memimpin kerajaan Medang pada tahun 929-947 M. atau pada abad ke-10 dengan gelar Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa. Menurut Teori Van Bapelen, Mpu Sendok memindahkan pusat kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur akibat letusan dari gunung berapi ke daerang Tamulang yang kemudian identik dengan desa Tembelang yang berada di daerah Jombang sebagai ibukota kerajaan Mataram Kuno. Mpu Sendok tidak hanya memindahkan istana Medang ke Timur, tapi telah dianggap telah mendirikan dinasti baru bernama Wangsa Isyana.
Selama memerintah Mpu Sendok telah mengeluarkan lebih dari 20 prasasti. Salah satunya prasasti yang berada di daerah Sukci, desa Bulusari, kecamatan Gempol, kabupaten Pasuruan. Yang kemudian diyakini sebagai hari jadi kabupaten Pasuruan. Berdasarkan prasasti Cunggrang tersebut yang berbahasa Jawa Kuno, telah ditemukan tanggal lahir kabupaten Pasuruan pada hari Jum’at Pahing, 18 september 929 M.
Pada Era Majapahit, nama Pasuruan disebut sebagai nama hunian masyarakat yang dikenal pertama kali dan tertulis dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca.
PASOEROEAN dalam segi Bahasa dapat diurai menjadi PA-SOEROE-AN, artinya tempat tumbuh tanaman suruh atau kumpulan daun suruh. Salah satu peninggalan kerajaan Majapahit masa raja Wijaya adalah situs Raos Pacinan, yang terletak di dusun Raos, Carat, Gempol, Pasuruan.
Disisi lain diceritakan bahwa setelah mengalahkan pasukan pemberontak gelang-gelang di gedung peluk dan kepulungan, Raden Wijaya bersama pasukannya melarikan diri ke Rubat Carat.
Dua tahun setelah kerajaan Singhasari hancur, Raden Wijaya mengatur strategi untuk bertempur dengan kerajaan Kediri yang saat itu dipimpin oleh Jayakatuan. Pada saat itu tantara Mongolia berkeinginan untuk menggempur Singosari, namun Singosari luluh lantah terlebih dahulu. Hingga akhirnya Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan tentara Mongol dan mengatur pertemuan antara tentara Mongol dengan Majapahit yang diperkirakan disekitar daerah Carat yang dulunya bernama Rumban Carat.
Setelah kerajaan Majapahit Berangsur surut, maka mulai berdirilah sejumlah kerajaan Islam, diantaranya kerajaan Demak, Giri Kedaton, Pajang, dan Mataram. Di abad ke 14 hingga 16 Pasuruan berada dibawah kekuasaan kerajaan Giri. Salah satu peninggalan utama dari kerajaan ini adalah desa Sidogiri yang terletak di kecamatan Keraton. Bedasarkan sejarah lisan, disinalah Sunan Giri meletakkan dasar-dasar dakwah. Dengan mendirikan surau sebagai pusat pengembangan agama Islam dan kemudian daerah ini disebut sebagai desa Sidogiri.
Pada masa kerajaan Demak di abad ke-15, Pasuruan memiliki peranan penting dalam penyebaran agama Islam. Bahkan Adipati Kabupaten Pasuruan berhasil memperluas wilayah kekuasaan hingga ke wilayah Kediri. Pasuruan juga pernah menjadi wilayah kerajaan Pajang. Namun kekuasaan kerajaan Pajang tidak berlangsung lama. Karena pada tahun 1616 ketika Sultan Agung bertahta dan kerajaan Mataram Islam berhasil merebut wilayah Pasuruan.
Pada saat Kesultanan Mataram dipimpin oleh Amangkurat 1 hingga mengankat Kyai Darmoyudho 1 sebagai Wedono di Kabupaten Pasuruan. Bahkan ketika Kesultanan Mataram dimasa kepemimpinan Amangkurat 1, muncul banyak pergolakan di sejumlah wilayah untuk memisahkan  dari Kesultanan Mataram. Bahkan pada saat Pasuruan dipimpin oleh Untung Suropati yang menjadi Adipati tahun 1686 M yang kemudian bergelar Tumenggung Wiranegara, upaya untuk memisahkan diri dari kekuasaan Amangkurat 1 sangatlah Kuat, sehingga Amangkurat 1 meminta bantuan kepada tentara VOC untuk merebut kembali wilayah Pasuruan menjadi wilayah Kesultanan Mataram.
Setelah kepemimpinan Kyai Darmoyudho dan keturunannya hingga Darmoyudho ke-4, dan setelah era kepemimpinan Untung Suropati dan putranya, Pasuruan dipimpin oleh Bupati Aryanitiadiningrat atau raden Garudo pada tahun 1757-1799. Beliau adalah putra dari Pangkubhuwono IV dari kerajaan Mataram yang beribukota di Kartasurya. Kepemimpinan putra Aryadiningrat berlangsung hingga tahun 1887. Hingga pada masa bupati Aryadiningrat IV berakhir. Pada masa penjajahan jepang, Pasuruan dipimpin oleh Bupati Raden Tumenggung Aryoubudiyoh. Selama 9 tahun dimasa kepemimpinan, beliau sekuat tenaga memberikan perlindungan pada rakyat Pasuruan dari kejamnya penjajah. Tampilnya Mayor TNI AD Mukhti Mukti pada tahun 1968 sebagai Bupati Pasuruan, menandai era kepemimpinan tentara dalam jabatan politik. Kepemimpinan dari militer AD pun berlanjut hingga kepemimpinan Bupati Mulyono Harjomartoyo yang menggantikan Mukhti Mukti mulai tahun 1973 hingga tahun 1978. Fokus pemerintahan untuk membangun kabupaten Pasuruan di segala bidang dimulai pada era Bupati Djliteng Soejoto yang memerintah selama 10 tahun, yakni dimuai pada tahun 1978-1988. Program pemerataan pembangunan di segala bidang pun kemudian terus dikembangkan pada masa kepemimpinan Sihabuddin meneruskan pembangunan dengan strategi pendekatan kepada umum hingga tercipta kerukunan yang harmonis hingga diteruskan oleh bupati-buati selanjutnya.
Berbekal dari pengalaman bupati-bupati sebelumnya, bupati Jusbakir Al Jufri yang menjabat pada tahun 2003-2008 berusaha melakukan banyak hal dengan memegang prinsip mendhem jero mikul dhuwur. Salah satu peninggalan fenomenal beliau adalah masjid Muhammad Ceng-ho yang saat ini menjadi salah satu ikon kabupaten Pasuruan dan menjadi salah satu pusat dakwah Islam di daerah kecamatan Pandaan, kabupaten Pasuruan.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman pemimpin terdahulu Pasuruan menjadikan Pasuruan terus dikembangkan dengan terus menggali kearifan budaya lokal hingga menjadikan Pasuruan terus berprestasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kha_fidz

dana kelurahan dalam rasionalisme

PENDAHULUAN 1.       Latar Belakang Munculnya otonomi           daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemer...