SEJARAH
PASURUAN
Sejarah berdirinya
kabupaten pasuruan bermula dari peradaban Kerajaan Kalingga atau dala catatan
tiongkok disebut Holing, yang terletak di pantai utara Jawa Tengah. Saat itu
kerajaan Kalingga dipimpin oleh seorang raja, yaitu Ratu Sima yang tahta
menggantikan suaminya yang bernama Kartikayasima yang kemudian meninggal dunia.
Berdasarkan catatan Tiongkok dari seorang biksu Tionghoa yang bernama I Shu.
Masa keemasan kerajaan
Kalingga bersinar ketika dipimpin oleh Ratu Sima sekitar tahun 674-732 M dengan
model kepemimpinan tegas, adil, aman, dan tenteram. Kemudian kerajaan Kalingga
sempat mengalami kemunduran dimasa raja Kyien, yang memindahkan ibukota
kerajaan Kalingga ke Jawa Timur yaitu di daerah Bolukiyasin atau yang jika
diterjemahkan menjadi Pulokerto, salah satu daerah di kecamatan Keraton,
kabupaten Pasuruan. Pemindahan kerajaan yang dilakukan oleh raja Kyien sebagai
Karena adanya serangan dari kerajaan Sriwijaya kala itu.
Setelah masa kejayaan
Kalingga atau Holing berakhir, muncullah kerajaan Mataram Kuno yang kemudian
dalam istilah sejarah lainnya disebut Medang. Para sejarahwan menyebut ada 3
dinasti yang pernah berkuasa di kerajaan Medang, yakni :
1. Wangsa
Sanjaya : pada periode Jawa Tengah
2. Wangsa
Syailendra : pada periode Jawa Tengah
3. Wangsa
Isyana : pada periode Jawa Timur
Dalam catatan sejarah
salah satu penguasa kerajaan Mataram Kuno dari Dinasti Sanjaya adalah Mpu
Sendok. Mpu Sendok kemudian memimpin kerajaan Medang pada tahun 929-947 M. atau
pada abad ke-10 dengan gelar Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa. Menurut Teori
Van Bapelen, Mpu Sendok memindahkan pusat kerajaan Mataram Kuno dari Jawa
Tengah ke Jawa Timur akibat letusan dari gunung berapi ke daerang Tamulang yang
kemudian identik dengan desa Tembelang yang berada di daerah Jombang sebagai
ibukota kerajaan Mataram Kuno. Mpu Sendok tidak hanya memindahkan istana Medang
ke Timur, tapi telah dianggap telah mendirikan dinasti baru bernama Wangsa
Isyana.
Selama memerintah Mpu
Sendok telah mengeluarkan lebih dari 20 prasasti. Salah satunya prasasti yang
berada di daerah Sukci, desa Bulusari, kecamatan Gempol, kabupaten Pasuruan.
Yang kemudian diyakini sebagai hari jadi kabupaten Pasuruan. Berdasarkan prasasti
Cunggrang tersebut yang berbahasa Jawa Kuno, telah ditemukan tanggal lahir
kabupaten Pasuruan pada hari Jum’at Pahing, 18 september 929 M.
Pada Era Majapahit,
nama Pasuruan disebut sebagai nama hunian masyarakat yang dikenal pertama kali
dan tertulis dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca.
PASOEROEAN dalam segi
Bahasa dapat diurai menjadi PA-SOEROE-AN, artinya tempat tumbuh tanaman suruh
atau kumpulan daun suruh. Salah satu peninggalan kerajaan Majapahit masa raja
Wijaya adalah situs Raos Pacinan, yang terletak di dusun Raos, Carat, Gempol,
Pasuruan.
Disisi lain diceritakan
bahwa setelah mengalahkan pasukan pemberontak gelang-gelang di gedung peluk dan
kepulungan, Raden Wijaya bersama pasukannya melarikan diri ke Rubat Carat.
Dua tahun setelah
kerajaan Singhasari hancur, Raden Wijaya mengatur strategi untuk bertempur
dengan kerajaan Kediri yang saat itu dipimpin oleh Jayakatuan. Pada saat itu
tantara Mongolia berkeinginan untuk menggempur Singosari, namun Singosari luluh
lantah terlebih dahulu. Hingga akhirnya Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan
tentara Mongol dan mengatur pertemuan antara tentara Mongol dengan Majapahit
yang diperkirakan disekitar daerah Carat yang dulunya bernama Rumban Carat.
Setelah kerajaan
Majapahit Berangsur surut, maka mulai berdirilah sejumlah kerajaan Islam,
diantaranya kerajaan Demak, Giri Kedaton, Pajang, dan Mataram. Di abad ke 14
hingga 16 Pasuruan berada dibawah kekuasaan kerajaan Giri. Salah satu peninggalan
utama dari kerajaan ini adalah desa Sidogiri yang terletak di kecamatan
Keraton. Bedasarkan sejarah lisan, disinalah Sunan Giri meletakkan dasar-dasar
dakwah. Dengan mendirikan surau sebagai pusat pengembangan agama Islam dan
kemudian daerah ini disebut sebagai desa Sidogiri.
Pada masa kerajaan
Demak di abad ke-15, Pasuruan memiliki peranan penting dalam penyebaran agama
Islam. Bahkan Adipati Kabupaten Pasuruan berhasil memperluas wilayah kekuasaan
hingga ke wilayah Kediri. Pasuruan juga pernah menjadi wilayah kerajaan Pajang.
Namun kekuasaan kerajaan Pajang tidak berlangsung lama. Karena pada tahun 1616
ketika Sultan Agung bertahta dan kerajaan Mataram Islam berhasil merebut
wilayah Pasuruan.
Pada saat Kesultanan
Mataram dipimpin oleh Amangkurat 1 hingga mengankat Kyai Darmoyudho 1 sebagai
Wedono di Kabupaten Pasuruan. Bahkan ketika Kesultanan Mataram dimasa
kepemimpinan Amangkurat 1, muncul banyak pergolakan di sejumlah wilayah untuk
memisahkan dari Kesultanan Mataram.
Bahkan pada saat Pasuruan dipimpin oleh Untung Suropati yang menjadi Adipati
tahun 1686 M yang kemudian bergelar Tumenggung Wiranegara, upaya untuk
memisahkan diri dari kekuasaan Amangkurat 1 sangatlah Kuat, sehingga Amangkurat
1 meminta bantuan kepada tentara VOC untuk merebut kembali wilayah Pasuruan
menjadi wilayah Kesultanan Mataram.
Setelah kepemimpinan
Kyai Darmoyudho dan keturunannya hingga Darmoyudho ke-4, dan setelah era
kepemimpinan Untung Suropati dan putranya, Pasuruan dipimpin oleh Bupati
Aryanitiadiningrat atau raden Garudo pada tahun 1757-1799. Beliau adalah putra
dari Pangkubhuwono IV dari kerajaan Mataram yang beribukota di Kartasurya.
Kepemimpinan putra Aryadiningrat berlangsung hingga tahun 1887. Hingga pada
masa bupati Aryadiningrat IV berakhir. Pada masa penjajahan jepang, Pasuruan
dipimpin oleh Bupati Raden Tumenggung Aryoubudiyoh. Selama 9 tahun dimasa
kepemimpinan, beliau sekuat tenaga memberikan perlindungan pada rakyat Pasuruan
dari kejamnya penjajah. Tampilnya Mayor TNI AD Mukhti Mukti pada tahun 1968
sebagai Bupati Pasuruan, menandai era kepemimpinan tentara dalam jabatan
politik. Kepemimpinan dari militer AD pun berlanjut hingga kepemimpinan Bupati
Mulyono Harjomartoyo yang menggantikan Mukhti Mukti mulai tahun 1973 hingga
tahun 1978. Fokus pemerintahan untuk membangun kabupaten Pasuruan di segala
bidang dimulai pada era Bupati Djliteng Soejoto yang memerintah selama 10
tahun, yakni dimuai pada tahun 1978-1988. Program pemerataan pembangunan di
segala bidang pun kemudian terus dikembangkan pada masa kepemimpinan Sihabuddin
meneruskan pembangunan dengan strategi pendekatan kepada umum hingga tercipta
kerukunan yang harmonis hingga diteruskan oleh bupati-buati selanjutnya.
Berbekal dari
pengalaman bupati-bupati sebelumnya, bupati Jusbakir Al Jufri yang menjabat
pada tahun 2003-2008 berusaha melakukan banyak hal dengan memegang prinsip
mendhem jero mikul dhuwur. Salah satu peninggalan fenomenal beliau adalah
masjid Muhammad Ceng-ho yang saat ini menjadi salah satu ikon kabupaten Pasuruan
dan menjadi salah satu pusat dakwah Islam di daerah kecamatan Pandaan, kabupaten
Pasuruan.
Berdasarkan
pengalaman-pengalaman pemimpin terdahulu Pasuruan menjadikan Pasuruan terus
dikembangkan dengan terus menggali kearifan budaya lokal hingga menjadikan
Pasuruan terus berprestasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar