PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya
pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi
mengarah kepada sistem pemerintahan yang desentralisasi, yaitu dengan
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas
dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Pemberian otonomi kepada daerah
pada dasarnya bertujuan meningkatkan daya guna. Dengan lahirnya konsepsi desentralisasi ini, pemerintah
mulai memberikan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah. Notabenenya
ditandai dengan era reformasi dengan munculnya Undang Undang No 23 tahun 199
tentang perimbangan kepada pemerintah daerah, disusul dengan Undang Undang no
32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang mana mulai jelas mengatur tentang
pelimpahan wewenang kepada Pemerintah Daerah dari pemerintah Pusat.
Lebih lagi pemerintah pusat semakin terlihat dalam
membagi kewenangan dalam menjalankan pemerintah dengan pemerintah daerah yang
ditandai denga supremasi hokum yang kuat tentang otonomi daerah dalam ketetapan
MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan
Otonomi Daerah.
Maka otonomi daerah yang ditaken dalam Tap MPR
tersebut menjadi landasan bagi pemerintah untuk membentuk Undang Undang yang
lebih eksplisit dalam mengatur tentang hal ihwal ke-otonomian dalam struktur
kepemerintahan, baik eksekutif maupun legislative.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan penatausahaan keuangan pemerintah desa terpisah dari keuangan pemerintah kabupaten. Pemisahan dalam
penatausahaan keuangan desa tersebut bukan hanya pada keinginan untuk
melimpahkan kewenangan dan
pembiayaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pengelolaan sumber daya keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan
pelayanan kepada masyarakat. Semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi
dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan
pemerintah pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan desa khususnya.
mengacu pada keberlakuannya otonomi terhadap desa,
maka tak kalah pentyingnya memberikan kewenangan otonomi kepada daerah
administrasi yakni kelurahan. Kelurahan sendiri bila mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 17 tahun 2018. Kelurahan
adalah bagian wilayah dari kecamatan sebagai perangkat kecamatan.
Sejalan dengan hal tersebut pemerintah berencana
menetapkan anggaran untuk Kelurahan.Guna memperbaiki sarana dan prasarana yang
ada di kelurahan. Oleh karenanya penulis ingin meneliti tentang perumusan kebijakan
alokasi dana kelurahan guna mengetahui tentang aspek aspek yang mempengaruhi
perumusan kebijakan.
2.
Rumusan Masalah
Bagaimana Formulasi kebijakan mengenai alokasi dana
kelurahan dalam perspektif Rasionalisme?
3.
Tujuan
Menganalisis formulasi kebijakan dana kelurahan
dalam perspektif Rasionalisme.
4.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Model Kebijakan dapat dinyatakan
sebagai konsep, grafik atau persamaan matematika. Model kebijakan merupakan
penyederhanaan sistem masalah dengan membantu mengurangi kompleksitas
danmenjadikannya dapat dikelola oleh para analis kebijakan. Meskipun model teerkadang sulit diuji kebenarannya
namun model tetap dapat digunakan sebagai pedoman dalam penelitian, terutama
penelitian yang bertujuan untuk mengadakan penggalian atau penemuan-penemuan
baru.Model menjadi pedoman untuk menemukan (to
discover) dan mengusulkan hubungan antara konsep-konsep yang digunakan
untuk mengamati gejala sosial.
Model Teori Rasional (Rational) menegaskan
bahwa : Kebijakan publik sebagai maximum social gain”, maksudnya pemerintah
sebagai regulator kebijakan harus mampu memilih kebijakan yang memberi manfaat
optimal bagi masyarakat, dan dalam formulasi kebijakannya harus berdasar pada
keputusan yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya yaitu rasio antara
pengorbanan dengan hasil yang akan dicapai sehingga model ini lebih menekankan
pada aspek efisiensi atau ekonomis. Formulasi kebijakan dalam model ini menekankan dan
disusun dalam urutan :
- Mengetahui preferensi publik dan kecenderungannya,
- Menemukan pilihan-pilihan,
- Menilai konsekwensi pilihan,
- Menilai rasio sosial yang dikorbankan, dan
- Pilihan alternatif kebijakan yang paling efektif
Selain
tentang teori model kebijakan, selanjutnya landasan teori desentralisasi.
Harold F. (Muluk, 2015: 11) mengungkapkan bahwa terdapat dua prinsip umum dalam
mengalokasikan kekuasaan pemerintah kebawah, yang pertama yakni deconsentrationyang semata mata menyusun
Unit administrasi, decentralization
dimana unit unit local ditetapkan dalam dengan kekuasaan tertentu atas bidang
terntentu atas tugas tertentu.
Selanjutnya tentang keunggulan
konspe desentralisasi yang dipaparkan oleh Merielle S. Grindle (Dennis, 2007:
56) dalam beberapa Negara yang menerapkan system desentralisasi maka akan
mengalami peningkatan pelayanan, meningkatkan kapasitas local, memperluas
tingkat pajak local dan memberi tantangan kepada pemerintah pusat untuk tanggung
jawab dan lekas memberikan pemberdayaan sumberdaya.
5.
Metode
Penelitian
Di
dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif. Penulis juga menggunakan metode check
and re check mengenai data yang telah dikumpulkan dari dokumen Negara
berupa Undang Undang maupun data yang didapat daris situs berita baik
Kompas.com maupun detiknews.com. serta teknik untuk menguji keabsahan data
adalah dengan metode triangulasi.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Program
terdahulu
Dalam pelaksanaan program dana kelurahan memiliki
pendahulu program yakni program alokasi dana desa yang telah ditetapkan melalui
peraturan menteri keuangan No. No
6 tahun 2014 tentang desa yang mana menjadi titik dari pemberian kewenangan
secara otonom kepada desa guna melakukan kemandirian dalam mengatur desa
sebagai badan hukum.
Ketetapan desa sebagai badan hokum yang berhak mengatur
wilayahnya memiliki legal formal berupa Undang Undang No 6 tahun 2014 yang
menyebutkan bahwa desa merupakan satuan masyarakat hokum yang memiuliki
kewenangan untuk mengatur desa guna mengembangkan kesejahteraan masyarakat
desa.
Dana desa tersebut dianggarkan setiap tahunnya dalam APBN
yang diberikan kepada desa setiap tahunnya sebagai salah satu sumber pendapatan
desa.kebijakan ini juga sekaligus mengintegrasikan dan mengalokasikananggaran
dari pemerintah kepada pemerintah desa.
Undang Undang No 6 tahun 2014 tentang desa ini juga
sebagai wujud dari peng eksplisitan Undang Undang no 32 tahun 2004 yang mulai
mewujudkan konsep desentralisasi dengan melahirkan model otonomi daerah.
Sebagaimana dikatakan Harold F. (Muluk, 2015: 11), dana desa ini merupakan wujud dari decentralization dimana unit unit local ditetapkan
dalam dengan kekuasaan tertentu atas bidang terntentu atas tugas tertentu.
Seperti
disebutkan Grandel bahwa desentralisasi yang optimal akan mengalami peningkatan
kapasitas kesejahteraan, dalam poin 12 Undang Undang No 6 tahun 2014menyebutkan
bahwa hadirnya Desa sebagai pemberdayaan desa sehingga dapat mengembangkan
perilaku, keterampilan serta pemberdayaan sumberdaya local.
Berdasarkan
buku kementrian tentang dana desa tahun 2007. Pada tahun 2015 dana desa
mencapai Rp.20,7 Triliun dengan rata rata setiap desa mencapai Rp. 280 juta.
Pada tahun 2016, dana desa meningkay menjadi Rp.46,98 triliun dengan rata rata
desa mendapat sebesar Rp628 Juta. Pada tahun 2017 dana desa kembali meningkat
menjadi Rp.60 Triliun dengan rata rata desa mendapatkan besaran Rp.800 juta.
2. Pencapaian
Program
Berdasarkan
hasil evaluasi tiga tahun pelaksanaannya, Dana Desa terbukti telah menghasilkan
sarana/prasarana yang bermanfaat bagi masyarakat, antara lain berupa
terbangunnya lebih dari 95,2 ribu kilometer jalan desa; 914 ribu meter
jembatan; 22.616 unit sambungan air bersih; 2.201 unit tambatan perahu;
14.957 unit PAUD;
4.004 unit Polindes; 19.485 unit
sumur; 3.106 pasar
desa; 103.405 unit drainase dan irigasi; 10.964 unit Posyandu; dan 1.338
unit embung dalam periode 2015-2016.
Selain
itu, desa juga punya kesempatan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, melalui
pelatihan dan pemasaran kerajinan masyarakat, pengembangan usaha peternakan dan
perikanan, dan pengembangan
kawasan wisata melalui BUMDes (badan usaha milik desa).
Kunci
sukses untuk mensejahterakan masyarakat dalam membangun desa adalah kuatnya
sentuhan inisiasi, inovasi, kreasi dan kerjasama antara aparat desa dengan
masyarakat dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama. Pembangunan
desa tidak mungkin bisa dilakukan aparat desa sendiri, tapi butuh dukungan,
prakarsa, dan peran aktif dari masyarakat. Hasil evaluasi penggunaan Dana Desa
selama dua tahun terakhir juga menunjukkan bahwa Dana Desa telah berhasil
meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa yang ditunjukkan, antara lain
dengan menurunnya rasio ketimpangan perdesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi
0,32 di tahun 2017. Menurunnya jumlah penduduk miskin perdesaan dari 17,7 juta
tahun 2014 menjadi 17,1 juta tahun 2017 dan, adanya penurunan persentase
pendudu
Akan
tetapi, Dokumen APBN yang diterima di Jakarta, Selasa (26/6), mencatat
realisasi ini lebih rendah Rp 7,53 triliun, dibandingkan periode sama 2017
sebesar Rp 28,19 triliun. Realisasi selama periode Januari-Mei 2017 ini
mencapai 47 persen dari pagu alokasi Rp 60 triliun.
Penyebab
rendahnya realisasi tersebut antara lain pemerintah daerah masih fokus dalam
penyaluran tahap I sebesar 20 persen dari rekening kas umum daerah ke rekening
kas desa. Kondisi tersebut menyebabkan penyaluran dana desa tahap II sebesar 40
persen sedikit mengalami keterlambatan atau meleset dari target awal.
Selain
itu, terdapat perubahan kebijakan terkait pelaksanaan program padat karya tunai
di desa yang mengamanatkan 30 persen dana desa di bidang pembangunan wajib
digunakan untuk upah tenaga kerja. Kondisi ini juga menyebabkan perlunya
perubahan APBDesa sebagai syarat penyaluran dana desa tahap I dan mengakibatkan
terhambatnya penyaluran tahap II.
3.
Dana Kelurahan dalam perspektif Rasionalisme
Dana alokasi kelurahan, rencananya akan dianggarkan
dalam APBN tahun 2018. Mengenai besaran dana, Srimulyani menyatakan besaran
dana desa mencapai 3 Triliun sekitar 1348 kelurahan tercatat akan menerima
alokasi dana kelurahan ini. Dikarenakan APBN sudah diketuk maka pemerintah
berencana untuk mengalokasikan dana desa melalui jalur Dana alokasi Umum untuk
daerah atau melalui peraturan peraturan kementrian.
Sebagaimana telah disebutkan diawal mengenai prinsip
teori Rasionalis
tentang
DAFTAR PUSTAKA
Rondinelli
Dennis& Shabbir. 2007.
“Decentralizing Governance”.Colombia: Adobe Garamond.
Yulianto Kadji. 2015. “Formulasi dan Implementasi
Kebijakan Publik”. Gorontalo: Universitas Negri gorontalo Press
Muluk, Khoirul.
2009. “Peta Konsep Desentralisasi &
pemerintah daerah”. Surabaya: ItsPress, Fia Unibraw.